Penggunaanaksara Lontara yang paling fenomenal ada pada karya Sureg Galigo, sebuah karya epos terpanjang di dunia. Aksara Lontara terdiri atas 23 huruf konsonan dan 6 huruf vokal mandiri. Aksara ini sebenarnya memiliki sistem penulisan angka, tapi masyarakat banyak yang tidak mengetahuinya karena informasi dan data yang tersedia sangat minim. SureqGaligo yang usianya sudah berabad-abad itu di masa lalu adalah bagian tak terpisahkan dalam kehidupan rakyat Sulawesi Selatan, khususnya suku Bugis. Namun, fakta di lapangan, karya sastra ini sudah mulai dilupakan. Maka, selama Festival La Galigo itu, Desa Pancana sejenak berubah wajah. Sedangkanuntuk berkomunikasi secara tertulis Suku Bugis menggunakan aksara bernama Lontara. Menurut penjelasan di Jurnal Al - Ulum Volume 12, No. 1, Tahun 2012, aksara ini merupakan manuskrip yang ditulis dengan alat tajam di atas daun lontar. Kemudian ditambah cairan hitam pada bekas goresannya. Baca Juga Samannarita tennang pikkiriki, tenna nawa-nawai adaE massu pole ri timunna. Di sebuah negeri ada seorang anak laki-laki yang bernama La Tarenrek yang begitu pandai berbicara. Jika ada orang yang berbicara dengannya tentang suatu masalah, niscaya dijawabnya. Seolah-olah, kata-katanya keluar dari mulutnya tanpa berfikir ataupun cemas. Sebuahnaskah berupa kronik yang dibuat oleh orang Makassar atau orang Bugis disebut lontara. Lontara adalah catatan rinci tentang wilayah kerajaan, catatan harian, keluarga bangsawan, dan lain sebagainya. Adanya informasi ini disimpan dalam istana atau rumah bangsawan. Bugis berasal dari kata to ugi artinya orang Bugis. KATAPENGANTAR Hingga saat ini penelitian Sastra Usan Bugis (SLB) bclum pernah di· lakukan dalam arti yang sebenarnya schingga hasil yang ada belum mem· berikan gambaran ten tang corak dan ragam yang sesungguhnyao Menurut ke· terangan yang sering didengar, j~mlah ragam sastra ini cukup ban yak, hanya dikhawatirkan sebahagian daripadanya sudah hilang dibawa arus peredaran zamano ltulah sebabnya penelitian seperti yang dilakukan ini telah lama di· harapkan , bahkan in gin dilaksanakan oleh zY7uPrS. SULSEL, - Abjad Lontara merupakan huruf khusus sebagai sarana mengekspresikan bahasa Bugid dan Makassar dalam bentuk tulisan. Huruf nusantara asal Sulawesi Selatan ini merupakan yang pertama didaftarkan ke Unicode untuk didigitalisasi sejak tahun 1990-an. Yayasan Aksara Lontaraq Nusantara berupaya melestarikan huruf tradisonal ini dengan meneken kerja sama dengan Pengelola Nama Domain Internet sama tersebut merupakan kelanjutan dari program bertajuk Merajut Nusantara Melalui Digitalisasi Aksara. Dalam kerja sama tersebut, akan dilakukan lomba pembuatan website dengan huruf Lontara pada Desember 2020. "Kegiatan ini diharapkan bisa memperkenalkan kembali dan melestarikan bagian dari budaya asli Indonesia," ujar Ketua Pandi Yudho Giri Sucahyo melalui rilis ke Minggu 8/11/2020. Baca juga Pernikahan ala Adat Bugis Makassar, Cinta Kandas gara-gara Uang Panaik Tinggi 1Nurhayati Rahman, Guru Besar FIB Universitas Hasanudin Makassar menambahkan, digitalisasi abjad Lontara merupakan satu hal yang dicita-citakannya sejak dulu, dan berharap huruf itu bisa tetap lestari. "Huruf Lontara nantinya bisa diketik dan dilihat langsung di perangkat elektronik. Dalam perkembangannya, harus tetap menggunakan huruf aslinya, karena akan mengubah sejarah dari huruf Lontara itu sendiri,” ujar Nurhayati. "Kerja sama ini bisa menjadi pertahanan diri sebagai anak bangsa, untuk menghadapi gempuran budaya dari luar," lanjut Andi Sitti Aisyah, Ketua Yayasan Aksara Lontaraq Nusantara. Sementara Andi Alfian Mallarangeng, Wakil Dewan Pembina Yayasan menambahkan, Lontara adalah huruf nusantara pertama yang terdaftar di Unicode. Hanya saja belum diresmikan penggunaannya secara luas hingga saat ini. Baca juga Pernikahan ala Adat Bugis Makassar, Jumlah Uang Panaik Ditentukan Status Sosial Wanita2 Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel. Lambang bunyi Lontara, kembali dikenal sebagai aksara Bugis atau Makassar, adalah pelecok satu huruf tradisional Indonesia yang berkembang di Sulawesi Selatan. Abc ini terutama digunakan untuk menggambar bahasa Bugis, Makassar, dan Mandar. Tetapi dalam pekembangannya juga digunakan di wilayah lain yang asian pengaruh Bugis-Makassar sama dengan Bima di Sumbawa timur dan Ende di Flores dengan tambahan atau modifikasi. Abc ini yaitu turunan semenjak aksara Brahmi India melangkahi makelar aksara Kawi. Aksara Lontara aktif digunakan sebagai goresan sehari-hari maupun sastra Sulawesi Selatan setidaknya sejak abad 16 M hingga mulanya abad 20 M sebelum fungsinya berangsur-angsur tergantikan dengan huruf Latin. Aksara ini masih diajarkan di Sulawesi Selatan andai bagian dari muatan domestik, namun dengan penerapan yang terbatas dalam sukma sehari-perian. Baca juga Lontara’ Ibarat Sumber dalam Penulisan Sejarah di Sulawesi Selatan Berikut ini yakni panduan sumir dalam penulisan fonem Lontara. Fonem dasar indung surat Leter Lontara yakni sistem tulisan abugida yang terdiri berpangkal 23 aksara dasar. Sebagai halnya abjad Brahmi lainnya, setiap konsonan merepresentasikan satu silabel dengan vokal inheren /a/ nan dapat diubah dengan pemberian diakritik tertentu. Arah penulisan fonem Lontara adalah kiri ke kanan. Secara tradisional fonem ini ditulis tanpa spasi antarkata scriptio continua dengan tanda baca yang paling kecil. Berikut ini merupakan huruf asal pada Lontara Terdapat empat aksara yang merepresentasikan suku kata pra-nasal, merupakan, ngka, mpa, nra, dan nca. Keempat aksara ini tak pernah digunakan dalam materi berbahasa Makassar dan yaitu salah satu ciri distingtif tulisan Bugis. Cuma, n domestik praktik penulisan tradisional Bugis-pula, keempat leter ini seringkali tidak dipakai dengan tegar, bahkan oleh penulis profesional. Diakritik anak asuh surat Diakritik merupakan keunggulan yang melekat plong abc utama untuk menyangkal vokal inheren fonem utama yang bersangkutan. Terwalak 5 diakritik n domestik aksara Lontara. Berikut ini merupakan anak manuskrip aksara Lontara dan contoh penggunaannya Baca juga Muhammad Salim, Penerjemah Lontara nan Menerima Penghargaan Satyalancana Peradaban Tanda baca Referensi tradisional Lontara ditulis tanpa spasi antarkata scriptio continua dan lain banyak menggunakan segel baca. Aksara Lontara diketahui saja memiliki pallawa bagaikan huruf angka. Pallawa berfungsi sebagaimana titik atau koma kerumahtanggaan huruf Latin dengan membagi wacana ke dalam penggalan yang mirip namun enggak sama dengan bait atau kalimat. Merek baca ini bisa ditemukan dalam semua skenario beraksara Lontara. Paradigma penulisan Aksara Lontara Bugis-Makassar secara tradisional tidak n kepunyaan diakritik pemati virama atau penanda sejenis yang mematikan vokal aksara dasar, sehingga lumrah ditemukan kata-kata yang tidak sepenuhnya dieja menirukan pelafalan kata yang bersangkutan. Lain adanya diakritik pemati ceria merupakan pelecok satu alasan utama banyaknya kerancuan kerumahtanggaan referensi Lontara tolok. Artikel Tercalit Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Menurut Wikipedia Lontara ialah aksara asli masyarakat bugis-makassar. Jadi bukan asimilasiapalagi pengaruh budaya lain, termasuk india. bentuk aksara lontara menurut budayawan Prof Mattulada alm berasal dari "sulapa eppa wala suji". Wala suji berasal dari kata wala = pemisah/pagar/penjaga dan suji = putri. Wala Suji adalah sejenis pagar bambu dalam acara ritual yang berbentuk belah ketupat. Sulapa eppa empat sisi adalah bentuk mistis kepercayaan Bugis-Makassar klasik yang menyimbolkan susunan semesta, api-air-angin-tanah. Dari segi aspek budaya, suku bugis menggunakan dialek tersendiri dikenal dengan "Bahasa Ugi" dan mempunyai tulisan huruf bugis yang dipanggil "Aksara Lontara Bugis". Akasara ini telah ada sejak abad ke-12 sejak melebarnya pengaruh Hindu di bugis berjumlah 23 huruf yang semuanya disusun berdasarkan aturan tersendiri. Font Aksara Lontara Bugis dapat di download DISINI Perbedaan utama Antara "Aksara Lontara Bugis" dengan Akasara Nusantara lainnya yaitu walaupun pada Aksara Lontara Bugis ada beberapa hurup yang namanya sama dengan aksara nusantara lainnya, tetapi bukan hasil asimilasi dari budaya lain seperti India dan Arab dan yang kedua Aksara Lontara Bugis tidak mengenal hurup atau lambang untuk mematikan hurup misalnya "ka" menjadi "k". sehingga cukup membingungkan bagaimana menuliskan huruf mati. Oleh karena itu untuk menambah wawasan kamiyang bukan orang Bugis dan ingin mengetahui kebudayaan Bugis terutama dari Tulisannya, saya minta dengan sangat untuk menjelaskan bagaimana mematikan ruruf Bentuk dan cara pengetikan Aksara Lontara Bugis seperti tabel berikut Contoh pemakaian dengan mengabaikan hurup mati menunggu koreksi dari yang mengerti tentang Aksara Lontara Bugis, dan contoh ini akan segera diedit setelah ada koreksi dari yang lebih mengetahuinya Saat ini akhir tahun 2009 di alam Kompasiana pernah berdiri kerajaan yang bernama negeri ngocoleria. Negeri ngocoleria ini dipimpin oleh seorang Raja yang adil dan bijaksana bernama Baginda ANDY SYOEKRY AMAL dengan permaisuri yang bernama Nyi Mas Ratu Kencana Inge. Baginda Raja memiliki dua orang selir yaitu Nyi Mas Rina Sulistiyoningsih dan Nyi Mas Siska Nanda. Kedua selir ini diincar oleh Menteri pertahanan ngocol yang bernama Adipati Aria Ibeng Suribeng. Untuk menjaga stabilitas negara dan stabilitas rumah tangga, sengaja Baginda Raja menikahkan putri satu-satunya yang bernama Nyi Mas kencana Wulung Nopey kepada Menteri Pertahanan Ngocol Adipati Aria Ibeng Suribeng. Semoga prasasti ini menjadi bahan pelajaran pada anak cucu jangan terlalu percaya pada menterinya cara penulisan sat aini ahir thun 2009 di alm kompsian eprnh ebrdiri kaerjan yG baernm naegaeri Gocoelria. naegaeri Gocoelria aini dipimpin aoelh saeaorG rj yG adil dn bijaksn baernm bgind andi sukri aml daeGn paermaesuri yG naenm Ni ms rtu kaeCn aiGae. bgind rj maemiliki dua aorG saelir yaitu Ni ms rin sulistiyonGsih dn Ni ms sisk nnd. kaedua saelira aini diaincr aoelh maentri paerthnn Gocol yG baenm adipti aria aiebG suriebG. auntuk maenjg stbilits naegr dn stbilits rumh tGg, saeGj bgind rj maenikhkn putri stu-stuN yG baernm Ni ms kaencn wuluG noepy kaepd maentaeri paerthnn gocol adipti aria aiebG suriebG. saemog prssti aini maenjdi bhn paeljrn pd ank cucu jGn tarllu paercy pd maentaeriN Hasilnya Tulisan Terkait Aksara Ngalagena Aksara Hanacaraka Aksara Bali Aksara Kagana Aksara Rencong Aksara Batak Lihat Pendidikan Selengkapnya Makassar - Aksara Lontara juga dikenal sebagai aksara Bugis yang digunakan oleh dua etnis di Sulawesi Selatan Sulsel, yaitu Suku Bugis dan Suku juga merupakan identitas daerah dan merupakan nilai-nilai leluhur yang sangat berharga dan merupakan satu dari lima aksara dunia, yakni aksara Arab, Latin, Kanji, Kawi Jawa Kuno.Dikutip dari Jurnal Universitas Komputer Indonesia Unikom yang berjudul "Aksara lontara Dalam Kehidupan Masyarakat Suku Bugis", pada abad ke 16 Masehi M hingga awal abad 20 masehi, aksara Lontara dijadikan sebagai tulisan sehari-hari bagi sastrawan Sulsel. Aksara Lontara sangat terkenal di Eropa semenjak sure' I La Galigo dibawa Oleh Mathes dari Sulsel ke Belanda. Aksara Lontara saat ini telah terdaftar di Unicode, dan telah dijadikan buku yang termuat dalam The Unicode Lontara diciptakan oleh Daeng Pamatte yang merupakan seorang syahbandar dan menjabat sebagai Tumailalang Menteri urusan istana luar dan dalam negeri di kerajaan Gowa pada masa pemerintahan Raja Gowa ke IX Daeng Matanre Karaeng Manguntungi 1510 - 1546. Alasan aksara ini dibuat yakni pada saat itu pemerintah Kerajaan Gowa ingin menuliskan apa yang mereka itu agar mereka dapat menuliskan kejadian pada masa itu, sebagai warisan bagi keturunannya sebagai bekal bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Aksara Lontara pada masa ini disebut sebagai aksara Lontara Toa atau Jangang-Jangang burung.Dalam perkembangannya aksara Lontara kemudian mengalami perubahan. Huruf aksara Lontara berubah saat agama Islam masuk sebagai agama resmi di Kerajaan huruf aksara Lontara berubah mengikuti simbol angka dan huruf Arab. Seperti huruf Arab nomor 2 diberi makna huruf "ka", angka Arab nomor 2 dan titik dibawah diberi makna "Ga", angka tujuh dengan titik di atas diberi makna "Nga".Aksara Lontara yang telah mengalami perubahan ini disebut Lontara Bilang-Bilang atau jika diartikan dalam bahasa Indonesia berarti Lontara Bilang-Bilang ini sendiri diperkirakan muncul pada abad ke-16 yakni pada masa pemerintahan Raja Gowa XIV Sultan Alauddin 1593-1639.Selanjutnya aksara Lontara mengalami penyederhanaan dengan menggunakan bentuk huruf dari belah demikian disebutkan dalam jurnal tersebut belum diketahui secara jelas siapakah yang menemukan penyederhanaan aksara Lontara ini. Namun, berdasarkan jumlah aksara yang semula 18 huruf dan kini menjadi 19 huruf, dapat dinyatakan bahwa penyederhanaan itu dilakukan setelah masuknya tambahan akibat pengaruh Islam dari bahasa arab tersebut yakni huruf "Ha".Sementara, ada pendapat yang menyebutkan bahwa si pencipta aksara Lontara Daeng Pamatte sendiri yang kemudian menyederhanakan dan melengkapi aksara lontara Usul Penamaan Aksara LontaraMengutip karya ilmiah Guru Besar Filologi Universitas Hasanuddin Unhas, Prof Nurhayati Rahman berjudul "Sejarah dan Dinamika Perkembangan Huruf Lotaraq di Sulawesi Selatan" disebutkan bahwa kata Lontara berasal dari bahasa Bugis yang terdiri dari dua kata, yaitu raung yang berarti daun, dan taq yang berarti lontar. Jadi raung taq berarti daun demikian, karena pada awalnya tulisan tersebut dituliskan di atas daun lontar. Daun lontar ini bentuknya berukuran kira-kira 1 cm lebarnya, sedangkan panjangnya bergantung dari panjang cerita yang dituliskan di tiap-tiap daun lontar disambung dengan memakai benang, lalu digulung pada jepitan sebuah kayu, yang bentuknya mirip pita Aksara LontaraMelansir aksara Lontara tak memiliki tanda baca virama pemati vokal sehingga aksara konsonan mati tidak dituliskan. Hal ini dapat menimbulkan kerancuan bagi orang yang tak terbiasa dan tidak mengerti akan kata yang pada kata "Mandar" hanya ditulis mdr, dan tulisan sr dapat dibaca sebagai "sarang", sara', atau "sara" tergantung pada konteks tulisan aksara lontara adalah kiri ke kanan yang ditulis tanpa spasi dengan tanda baca yang Lontara adalah tulisan abugida yang terdiri dari 23 aksara dasar, yaitu KA-GA-NGA-NGKA-PA-BA-MA-MPA-TA-DA-NA-NRA-CA-JA-NYA-NCA-YA-RA-LA-WA-SA-A-HA. Dan memiliki 6 huruf vokal seperti /ɔ/, /i/, /u/, /e/, /ə/, dan /o/ serta memiliki sistem penulisan Lontara Balai Bahasa KemdikbudMengutip dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dalam artikel berjudul "Aksara Lontara' dan Rahasia Sukses Replikasi PLPBK Kabupaten Gowa", dijelaskan bahwa huruf Lontara memiliki bentuk yang unik. Berikut penjelasannya1. Huruf Lontara Tidak Mengenal Garis Lengkung atau BengkokHuruf pada aksara Lontara tidak mengenal garis melengkung atau garis bengkok. Hanya ada garis lurus ke atas dan garis lurus ke bawah. Kemudian pada pertemuan kedua garis lurus tersebut terdapat Ditulis dengan Variable Tegak LurusSementara dari segi teknis penulisan, huruf pada aksara Lontara memiliki variasi tebal halus. Yakni ke atas harus tebal dan ke bawah harus Lontara Tidak Mengenal Huruf MatiAlasan tidak mengenal huruf mati karena orang-orang terdahulu percaya segala ilmu yang dipelajari adalah berkah dan tidak akan pernah Membaca Aksara LontaraTidak banyak yang memahami huruf aksara Lontara termasuk cara membacanya. Terdapat lima diakritik dalam aksara Lontara, berikut adalah cara membaca aksara Lontara Jika tanda titik berada di sebelah kiri atas huruf, maka dilafalkan dengan huruf vokal iJika tanda titik berada di sebelah kanan bawah, maka dilafalkan dengan huruf vokal uJika tanda yang menyerupai huruf L terbalik dan condong ke dalam, maka dilafalkan dengan huruf vokal e contohnya sepatu, tanda yang menyerupai huruf L dan condong keluar, maka dilafalkan dengan huruf vokal oJika tanda yang menyerupai huruf L dan berada pada sebelah kiri atas, maka dilafalkan dengan huruf vocal e pepet contohnya ember, enak Simak Video "Hafal 5 Juz Al-Quran, Siswa Bisa Bebas Pilih Sekolah Favorit!" [GambasVideo 20detik] alk/alk Majalah Nabawi – Lain padang lain belalangnya, lain lubuk lain ikannya. Ini satu peribahasa yang menunjukkan bahwa setiap negara mempunyai ciri khas yang berbeda-beda tak terkecuali di Indonesia. Bangsa Indonesia kaya akan keragaman suku, agama, dan bahasa. Hal tersebut memungkinkan adanya penelitian di bidang cerita rakyat. Pengetahuan dan penelitian cerita rakyat sangat cocok untuk inventarisasi, dokumentasi, dan referensi. Dalam pencarian jati diri bangsa Indonesia, sangat penting untuk menelusuri keberadaan cerita rakyat sebagai bagian dari budaya dan TradisiBudaya adalah entitas kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral, adat istiadat, dan semua keterampilan serta kebiasaan lain yang ada pada setiap orang sebagai anggota masyarakat. Ia merupakan bentuk buatan manusia yang sekurang-kurangnya memiliki tiga wujud, yaitu 1 wujud kebudayaan sebagai seperangkat gagasan, nilai, norma dan peraturan. 2 Wujud kebudayaan sebagai aktivitas masyarakat yang terstruktur. Dan 3 wujud budaya sebagai objek ciptaan manusia. Jelas Koentjaraningrat dalam Mattulada, 19971. Tradisi adalah kebiasaan yang diwariskan secara turun-temurun dari suatu kelompok masyarakat berdasarkan nilai-nilai budaya individu yang bersangkutan. Tradisi anggota masyarakat berperilaku baik dalam hal sekuler dan okultisme dan agama Esten, 199921.Mengenal Suku BugisSuku Bugis, adalah salah satu suku terbesar di Sulawesi Selatan yang memiliki nilai budaya tersendiri. Salah satu kekayaan budaya Bugis adalah cerita rakyat. Dalam masyarakat Bugis, cerita rakyat biasanya turun dari generasi ke generasi melalui mulut ke mulut. Jenis tuturan lisan ini sering kita sebut sebagai sastra lisan. Namun, penulis menggunakan kata cerita rakyat karena merupakan bidang kajian yang lebih luas dan mencakup sastra Bugis adalah suku yang termasuk dalam suku Melayu Deutero. Suku ini datang ke Nusantara setelah gelombang migrasi pertama dari daratan Asia, lebih khusus dari Tengah Selatan. Kata “Bugis” berasal dari To Ugi yang berarti “Orang Bugis”. Nama “Ugi” mengacu pada raja pertama Kerajaan Cina di Pammana, sekarang Kabupaten Wajo, yaitu La Sattumpag. Ketika orang-orang La Sattumpag menamai diri mereka sendiri, mereka mengacu pada raja. Mereka menyebut dirinya Ugi atau orang atau pengikut The Bugis adalah penduduk asli Sulawesi Selatan. Masyarakat Bugis ini tersebar di Kabupaten Luwu, Bone, Wajo, Soppeng, Sidrap, Pinrang, Sinjai, dan Barru. Selain etnis Melayu dan Minangkabau yang bermigrasi ke Sulawesi dari Sumatera sejak abad ke-15 sebagai administrator dan pedagang di Kerajaan Gowa juga tergolong Bugis. Menurut sensus tahun 2000, penduduk Bugis berjumlah 6 juta jiwa. Kini suku Bugis juga telah menyebar ke provinsi Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Papua, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan bahkan sampai ke luar negeri. Suku Bugis adalah salah satu suku yang mengamalkan ajaran Islam dengan penuh bisa berbentuk lisan atau tulisan. Pada zaman dahulu, Suku Bugis menggunakan dua cara komunikasi tersebut. Secara lisan mereka berkomunikasi menggunakan bahasa Bugis, sedangkan secara tulisan mereka memiliki aksara sendiri yang bernama Lontara. Menurut penjelasan di Jurnal Al – Ulum Volume 12, No. 1, Tahun 2012, aksara ini merupakan manuskrip yang ditulis dengan alat tajam di atas daun lontar. Kemudian ditambah cairan hitam pada bekas goresannya. Namun hingga saat ini, belum ada kejelasan mengenai awal mula munculnya aksara ini. Namun aksara Lontara muncul di beberapa naskah kuno masyarakat Bugis. Jurnal tersebut juga menjelaskan beberapa naskah kuno yang menjadi bagian dari kebudayaan pos

cerita rakyat bugis tulisan lontara